Wednesday, 17 September 2008

SISTEM KEMASYARAKATAN ORANG SUNDA

Masyarakat Sunda secara geografis meliputi propinsi Jawa Barat (tatar Sunda) yang merupakan unsur pembentuk masyarakat Indonesia (bangsa Indonesia), artinya masyarakat Sunda merupakan bagian dari masyarakat Indonesia (Lihat Bhineka Tunggal Ika).

Di dalam pembangunan manusia seutuhnya (pembangunan moral, mental dan spiritual) maka hal ini akan tergantung pada unsur masyarakat kelompok etnis tolok ukur kesatuannya. Dalam hal ini berawal dari pendidikan pada masyarakat kelompok etnis tersebut. Untuk lebih jelasnya bahwa masyarakat Sunda harus terbina seluruhnya.

Masyarakat Jawa Barat (tatar Sunda) dibentuk oleh masyarakat kecil (masyarakat regional-Iokal), dalam hal ini kelompok masyarakat kecil seperti:
Masyarakat Sunda Sumedang, Masyarakat Sunda Garut, Masyarakat Sunda Baduy, Masyarakat Sunda Ciamis, Cirebon, Banten dan lain-lain. Disebut kelompok masyarakat/atau istilah Sunda Garut, Ciamis, Sumedang dan sebagainya, karena hal ini diwarnai oleh unsur-unsur kedaerahan atau ditunjukkan oleh variasi dalam tutur perilaku kehidupan/pranata sosial. Ciri-ciri tersebut diantaranya :
Pengungkapan bahasa, Upacara-upacara tradisional Sistem, mata pencaharian Kesenian. Kelompok-kelompok tersebut pada dasarnya masih sarna-sarna menunjukkan citra masyarakat Sunda yang hidup secara utuh artinya hidup dinamis, kapan di mana dan dengan siapa serta bagaimana harus memerankan dirinya tanpa menghilangkan kesundaannya (tata krama, sopan santun, adat istiadat). Unsur terkecil dari kelompok masyarakat tadi adalah keluarga, yaitu tempat di mana manusia itu lahir, dan dibesarkan, tempat pertama manusia itu dididik, belajar berbahasa, belajar berpakaian, berjalan, berkelakuan baik yang kemudian berkembang dengan Iingkungan sekitarnya, belajar dari . kehidupan para tetangga, ternan sepermainan semakin besar semakin banyak ia dapatkan tentang norma-norma kehidupan. Maka disinilah tempat pembangunan manusia seutuhnya. Apabila pada lingkungan terkecil ini tidak mendapat pendidikan yang baik, at au tidak bermoral baik, maka masyarakat Indonesia tidak akan bermoral baik. Jadi sebagai kesimpulan bahwa masyarakat Sunda dengan perilaku kehidupannya adalah sangat vital bagi keutuhan masyarakat Indonesia. Sistem masyarakat yang dimaksud di sini adalah pengelompokan orangorang dalam suatu masyarakat dan hubungan-hubungan antara individu- individu baik dalam kelampok yang sama maupun antara kelompok yang berbeda Seperti kita ketahui pengelompokan manusia dalam masyarakatnya berdasarkan beberapa hal misalnya : umur, jenis kelamin, bahasa, agama, pekerjaan, tugas hak dan kewajiban dalam hirarchi masyarakat, status kekerabatan dan lain-lain.

Karena sistem kemasyarakatan tumbuh dari kebutuhan masyarakat untuk dapat berfungsi dengan efisien, dan karena hal ini erat hubungannya dengan sejarah serta perkembangan sistem mata pencahariannya yang sedikit banyak berkaitan dengan hal-hal lain dalam masyarakat seperti misalnya pola menetap, penguasaan atas tanah, pemerintahan dan sebagainya.

Sehubungan dengan hal ini maka yang akan dibicarakan secara singkat unsur-unsur utama yang mewarnai sistem mata pencaharian hidup dan beberapa hal yang berkaitan dengan itu. Seperti yang dapat kita lihat di masyarakat Sunda yang relatif masih agak terisolir, yaitu beberapa tempat di Jawa Barat bagian selatan, masih banyak orang yang bercocok makanan umpamanya menanam padi dengan cara ngahuma (berladang). Sehubungan dengan ini dalam kaitannya dengan masalah pencaharian hidup masyarakat di Indonesia, khususnya Jawa Barat, Wertheim dalam bukunya "Indonesia Society in Transition" membagi masyarakat Indonesia (mengenai sistem bercocok tanam) ke dalam tiga pola mata pencaharian utama yaitu :
Masyarakat Pantai, Masyarakat Sawah, Masyarakat Ladang

Secara umum sebagai contoh masyarakat ladang dikemukakannya di daerah Sumatra dan pedalaman Jawa Barat, sedangkan pedalaman Jawa Tengah, Jawa Timur serta Bali oleh Wertheim dimasukkan ke dalam pola masyarakat sawah (Kusnaka Adimihardia dan Edi S. Ekaiati ; 1990 : 144). Selanjutnya Kusnaka Adimihardia mengatakan bahwa terhadap apa yang dikemukakan oleh Wertheim khususnya tentang pedalaman Jawa Barat pada masa lalu, sesungguhnya dapat kita teliti kebenarannya naskah-naskah lama, seperti cerita-cerita rakyat dan dalam prasasti-prasasti yang ada di Jawa Barat.

Menurut Saleh Danasasmita, untuk melihat kehidupan masyarakat Sunda pada masa lalu antara lain kita dapat menelaah naskah Carita Parahyangan. Menurut naskah ini dalam kehidupan masyarakat Sunda hanya dijumpai satu perkataan Sawah dalam rangkaian nama "Sawah Tampian Dalem" Yaitu tempat dipusarakannya Ratu Dewata. Selebihnya kita hanya memperoleh lukisan tentang situasi masyarakat ladang.

Pengaruh pola berladang di tanah Sunda ini masih terlihat di beberapa tempat di Jawa Barat dimana masih ada orang yang "ngahuma" ialah jauhnya tempat tinggal yang satu dengan yang lainnya. Hal ini membawa akibat longgarnya pola hubungan antara yang membawa kecenderungan ke arah sikap individualistis pada masyarakat Sunda yang berladang.

Pola berladang di tanah Sunda berubah pada sistem bersawah terjadi sekitar abad ke-18 ialah ketika VOC (kompeni) ingin agar masyarakat Sunda tingga pada tempat yang menetap, yaitu dengan perubahan cara bertanam padi. Sejalan dengan ini pengaruh Mataram Islam, sebelumnya ialah bersawah dan tempat tinggal dalam perkampungan yang tetap, dengan demikian mendapat sarana yang baik untuk dilaksanakan, dan selanjutnya memberi warna baru kepada perkembangan kebudayaan selanjutnya.

Sehubungan dengan corak individualistis pada masyarakat peladang di Jawa Barat dan dengan tidak terjangkaunya beberapa daerah oleh pengaruh Mataram Islam maka pemakaian bahasa Sundapun di daerah-daerah tertentu seperti misalnya Banten dan daerah Bogor mempunyai ciri-ciri tersendiri ialah tidak mengena tingkat-tingkat bahasa di samping ciri-ciri lainnya salah satu dialek Sunda. Memang pada dasarnya Bahasa Sunda tidak mempunyai undak usuk ataupun tingkat-tingkat bahasa, suatu hal yang mungkin sekali menunjukkan pada jiwa demokratis masyarakat Sunda, terutama masyarakat Sunda purba pada jaman Galuh dan Pajajaran serta sebelumnya. Baru setelah ada pengaruh Mataram Islam sistem kemasyarakatan dan pemerintahan di tanah Sunda berorientasi ke Mataram dengan para Bupati, Wedana, Camat serta dengan undak usuk bahasanya dalam bahasa Jawa maka bahasa Sunda pun mengenal tingkatan bahasanya yang sekarang sedikit banyak dianggap mencerminkan jiwa feodalis dari sejak jaman itu di tanah Sunda terutama Priangan.

Di jaman sekarang ini meskipun sudah banyak unsur-unsur pendemokrasian terdapat di masyarakat Sunda seperti di masyarakat Indonesia pada umumnya, namun masih ada terdapat orientasi ke atas orang Sunda yang cukup kuat. Hal ini ada baiknya, ialah jika diberi kepemimpinan dan teladan yang baik, maka masyarakat Sunda akan mengikutinya seperti yang memang ternyata dari hasil pembangunan sekarang ini bukan saja di Jawa Barat tetapi di seluruh tanah air Indonesia.

Adapun di antara individu-individu di masyarakat Sunda berdasarkan keinginan cita-cita untuk menjadi orang 'bageur' ialah baik hati, diutamakan sekali pelaksanaannya dalam hubungan sehari-hari di masyarakat bukan saja terhadap orang Indonesia lainnya, karena dalam pepatah bahasa Sunda ada yang mengandung ajaran bahwa kita harus baik terhadap 'tamu' termasuk para pendatang. Pepatah itu berbunyi : "Someah hade ka semah".

Friday, 12 September 2008

AGAMA DAN KEPERCAYAAN ORANG SUNDA

Orang Sunda seperti orang Indonesia lainnya umumnya berpandangan bahwa kehidupan manusia bukan hanya berlangsung di dunia ini saja melainkan juga di dunia sana setelah manusia meninggal. Juga karena ada beberapa anggapan bahwa kehidupan ini tidak bisa terlepas dari alam sekelilingnya juga menyadari sepenuhnya bahwa manusia ini tidak berdaya (teu daya teu upaya) maka hal ini erat kaitannya dengan memuja (mengagungkan Yang Maha Kuasa).

Sehubungan dengan hal itu pula bahwa orang Sunda menganggap bahwa dunia ini dipandang sebagai kesatuan kosmis yang artinya setiap unsur yang ada di dunia ini saling berhubungan. Oleh sebab itu pada masyarakat Sunda hal-hal yang religius selalu bertalian dengan upacara-upacara ritual (dengan hal-hal yang bersifat suci) atau berhubungan dengan super natural (hal-hal yang di luar kemampuan akal pikiran manusia). Karena itulah banyak sekali pamali, cadu, buyut, ialah larangan-Iarangan yang diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya, yang bila dilanggar tidak hanya membawa akibat bahkan malapetaka bagi pelanggarnya, tetapi bagi seluruh masyarakat dimana ia tinggal (Hidding; 1935 : 18).

Disamping larangan-Iarangan juga anjuran-anjuran apa yang sebaiknya dilakukan, juga ada perhitungan-perhitungan waktu yang disebut petangan atau palintangan untuk melakukan sesuatu yang penting misaInya pernikahan,pindah rumah, menyunat anak dan lain-lain. Dalam palintangan ini diperhatikan dan dihubungkan beberapa hal dari orang yang bersangkutan misalnya : nama, hari lahir, pekerjaan dan lain-lain. Pantangan atau palintangan juga digunakan dalam memberikan nama bayi yang baru lahir dalam menentukan jodoh, mencari barang yang hilang, meninggalkan rumah tanpa diketahui tujuannya.

Unsur-unsur kepercayaan lainnya di luar Islam adalah misalnya kepercayaan terhadap berbagai makhluk halus yang kebanyakan tidak baik itikadnya terhadap manusia, dan karena itu harus dijauhi atau dijauhkan dengan berbagai cara. Orang kota sudah tidak begitu banyak mengenal makhluk ini, tetapi di pedesaan kepercayaan terhadap adanya rupa-rupa makhluk ini kebanyakan masih kuat.

Dikatakan bahwa ada yang disebut "kelong" yaitu makhluk halus yang tinggal di pohon-pohon besar, di tepi sungai, di tempat-tempat sunyi. Ia menyerupai perempuan yang bersusu besar dan panjang, rambutnya tak terurus dan mukanya menakutkan. Ia kadang-kadang mencuri anak-anak gadis atau wanita hamil. Orang yang dicuri itu disebut dirawu kelong. Orang yang dirawu kelong sering ditemukan berada di atas pohon, di pinggir sungai atau di tempat-tempat lainnya di mana manusia tidak akan tinggal bermalam, biasanya ditemukan oleh orang-orang yang "uninga".

Orang Sunda ada yang masih percaya bahwa suatu tempat ada yang menguasainya yaitu makhluk halus yang dianggap roh nenek moyang alam penguasa ternpat itu ketika hidup. Makhluk seperti itu disebut : ngageugeuh tempat itu dan ia disebut nu ngageugeuh, yang menguasai sering diberi nama seperti misalnya "embah jogjo", embah malim, dan sebagainya. Di Ciamis ada yang disebut Onom.

Selain percaya adanya makhluk-makhluk halus tersebut di atas, orang sunda juga ada yang percaya pada magic yang disebut teluh atau tenung yaitu magic hitam, juga pada pelet dan sebagainya. Agama Islam membawa kepercayaan akan adanya kehidupan yang kekal di akhirat setelah manusia meninggalkan alam fana,ialah setelah badan "wadahnya" meninggal ia hidup sebagai makhluk halus disebut roh. Agama Islam juga .mengajarkan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan makhluk halus yang disebut Malaikat, jin dan Syetan. Terhadap yang terakhir inilah manusia harus waspada karena ia tanpa hentinya mencoba menggoda manusia agar tersesat dan menjadi temannya di neraka.Jadi kalau dikaitkan dengan pandangan hidup orang Sunda yang telah dipaparkan tadi, tidak lain bahwa magic ini untuk mendidik manusia bertingkah laku dengan baik.

Wednesday, 10 September 2008

Pandangan Hidup Orang Sunda















Orang Sunda seperti orang Indonesia lainnya/umumnya berpandangan bahwa hidup manusia bukan hanya berlangsung di dunia ini saja melainkan juga di dunia sana setelah manusia meninggal. Hal ini mempengaruhi dengan kuat tingkah laku orang Sunda, apa lagi mereka pada umumnya beragama Islam, yang mengajarkan antara lain bahwa setiap orang bertanggung jawab atas tingkah lakunya yang baik ataupun ygng tidak baik. Hal inilah yang ditanamkan sejak keciJ oleh orang tua pada anak, membuat orang Sunda dengan tegas membedakan antara yang baik dan yang tidak baik. Pepatah ke arah sana misalnya cita-cita orang Sunda pada umumnya adalah ; "cageur, bageur" (sehat, normal) dan baik hati, kadang-kadang diteruskan dengan "bener, pinter serta jujur", sering pula dilengkapi dengan "pangger, teger, singer dan wanter".

Hal-hal yang dilarang banyak ditunjukkan dengan kata "pamali" misalnya pamali menikah mendahului kakak (yang disebut calutak). Yang melanggar pamali akan ditimpa kemalangan, yang sebenarnya didatangkan agar dia sadar Di antara yang harus atau sebaiknya dilakukan agar hidup kita selamat di samping melakukan kewajiban yang berdasarkan agama Islam adalah juga untuk melakukan talari paranti atau adat karuhun ialah kebijaksanaan sakraal yang diwariskan oleh nenek moyang antara lain upacara tradisional, sangkan salamet rahayu hirup urang. Meskipun tidak ada data tentang berapa jumJahnya orang Sunda yang beragama Islam dan yang beragama Jainnya, tetapi dapatlah dikatakan bahwa orang Sunda beragama Islam, dan hanya sedikit sekali yang beragama Katholik, Protestan, Hindu, Budha dan lain-lain.

Beberapa daerah di Jawa Barat penduduknya ada yang terkenal sangat teguh berpegang dan melaksanakan agama Islam yaitu ; Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Banten. (Suhandi S.H.M., dan Edi S. Ekadiati, 1980 : 212).
Dipandang dari sejarah orang Sunda di bidang keagamaan dan kepercayaan seperti banyak suku bangsa Indonesia lainnya, pada dasarnya mengalami empatperiode yaitu masa :
- Animisme dan dinamisme.
- Hindu
- Pengislaman
- Pengaruh Katholik dan Protestan, yang dibawa oleh penguasa barat ketika mereka berkuasa di tanah air selama kurang lebih tiga setengah abad.

Pandangan-pandangan di bidang keagamaan dan keercayaan dari masa pra Islam mungkin masih terdapat dalam cara hidup orang Sunda yang sekarang kebanyakan beragama Islam.

Orang Sunda merasa bahwa hidup ini merupakan satu kesatuan kosmis dimana semua unsur-unsurnya berhubungan dan dapat saling mempengaruhi. Karena itulah banyak sekali kata "Pamali, sumpah, cadu, buyut" yaitu larangan-larangan yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya, yang bila dilanggar tidak hanya membawa akibat bahkan malapetaka bagi pelanggarnya, tetapi bagi seluruh masyarakat di mana ia tinggal (Hiding, I Ins : 18). Di samping larangan-Iarangan terhadap anjuran-anjuran yang akan dirasakan tidak logis kalau tidak dipandang dalam rangka satu kesatuan kosmis tersebut tadi, misalnya agar mempunyai hati yang berani kita harus memakan hati harimau. Agar tidak diganggu makhluk jahil seorang wanita yang sedang hamil harus membawa jarum atau tusuk konde atau barang-barang kecil yang tajam lainnya.

Kembali pada permasalahan pandangan hidup tadi bahwa untuk mengetahui pandangan hidup orang Sunda dapat ditelaah melalui ungkapan-ungkapan tradisional mengenai :

1) Tentang manusia sebagai pribadi ( MP )
2) Tentang manusia dengan masyarakat ( MM )
3) Tentang manusia denga alam ( MA )
4) Tentang manusia dengan Tuha ( MT )
5) Tentang manusia dengan kesejahteraan lahir dan batin (MLB)

Juga cerita-cerita rakyat berupa mithologi atau legenda.

Contoh ungkapan tradisional

1) Tentang manusia sebagai pribadi.

a. Kudu hade gogog hade tagog.
Artinya, harus baik budi bahasa dan tingkah laku.

b. Nyaur kudu diukur, nyabda kudu diungang.
Artinya, segala perkataan harus dipertimbangkan sebelum diucapkan , senantiasa mengendalikan diri dalam berkata-kata.

c. Batok bulu eusi madu.
Artinya, diluarnya buruk di dalamnya bagus. Misalnya tampaknya miskin dan bodoh, tetapi kaya atau pandai.

d. Ulah bengkung bekas nyalahan.
Artinya, tingkah laku harus tetap baik dan benar, jangan menyimpang.

e. Ulah elmu ajug.
Artinya, Orang yang hanya dapat menasehati orang lain agar berbuat baik, tetapi dia sendiri berbuat keburukan.

f. Henteu gedag bulu salambar.
Artinya, tidak merasa gentar sedikitpun menghadapi musuh.

g. Teu busik bulu salambar
Artinya, pendirian yang kokoh, tidak goyah sedikitpun.

h. Sacangreud pageuh sagolek pangkek
Artinya, teguh memegang pendirian, tidak pernah melanggar janji.

i. Indung suku oge moal dibejaan.
Artinya, harus teguh menyimpan rahasia, apalagi rahasia negara.

J. Ulah gindi pikir belang bayah.
Artinya, jangan buruk hati, jangan punya pikiran buruk terhadap sesama.

k. Hambur bacot murah congcot.
Artinya, banyak cakap, cerewet dan sering memarahi tetapi suka memberi makanan.

l. Kudu boga pikir rangkepan.
Artinya, harus punya curiga. Tidak mudah percaya kepada orang lain.

2) Tentang Manusia dengan masyarakat

a. Kudu silih asih, silih asah, silih asuh.
Artinya, di antara sesama hidup harus saling mengasihi, saling mengasah, dan saling mengasih.

b. Ngadeudeul ku congo rambut.
artinya, memberi sumbangan kecil, tetapi disertai dengan kerelaan.

c. Kawas gula jeung peueut.
artinya, hidup rukun saling menyayangi, tak pernah berselisih.

d. Ulah kawas seuneu jeung injuk.
Artinya, jangan mudah bersilisih, agar pandai mengendalikan nafsu-nafsu negatif.

e. Ulah marebutkeun balung tanpa eusi.
Artinya, jangan memperebutkan perkara yang tidak ada gunanya.

f. Pondok jodo panjang baraya.
Artinya, meskipun sebagai suami istri jodohnya pendek, hendaknya terus menjadi saudara.

g. Ulah nyieun pucuk ti girang
Artinya, jangan mencari bibit permusuhan.

h. Ulah ngaliarkeun tale us ateul.
Artinya,jangan menyebarkan perkarayang dapat menimbulkan keburukan.

i. Ulah nyolok mata buncelik.
Artinya, jangan memberitakan sesuatu yang tidak pantas terdengar oleh orang lain.

j. Ulah biwir nyiru rombengeun
Artinya, jangan berbuat sesuatu di hadapan orang lain dengan maksud mempermalukan orang.

k. Henteu asa jeung jiga.
Artinya, karena sudah lama bergaul, sudah tidak merasa sangsi dan ragu-ragu lagi, sudah seperti dengan saudara.

l. Taraje nanggeuh dulang tinande.
Artinya, siap sedia menjalankan kewajiban, khusus seorang istri kepada suammya.

3) Manusia Dengan Alam

a. Manuk Hiber ku jangjangna, Jalma hidup ku akalna
Artinya, setiap makhluk masing-masing telah diberi cara atau alat untuk melangsungkan kehidupannya.

b. Leutik ringkang gede bugang.
Artinya, manusia itu meskipun kecil badannya, kalau meninggal dalam perjalanan, besar urusannya tidak seperti binatang.

c. Jawadah tutung briritna sacarana-sacarana.
Artinya, setiap bangsa memiliki cara dan kebiasaan olasing-masing.

4. Manusia dengan Tuhan

a. Mulih ka jati mulang ka asal.
Artinya, meninggal, asal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan.

b. Dihin pinasti anyar pinanggih
Artinya, segala hal yang dialami sekarang sesungguhnya sudah ditentukan dahulu, agar orang senantiasa percaya bahwa segala sesuatunya terjadi adalah kehendak Tuhan.

c. Nimu luang tina burang.
Artinya, mendapat pengalaman atau pengetahuan pad a waktu mendapat kecelakaan.

d. Buaya mangap batang liwat.
Artinya, memperoleh sesuatu yang sangat diharapkan dengan tak terdllga sebeJumnya.

5. Manusia dalam mengejar kemuliaan lahiriah.

a. Ulah pagiri-giri calik, pagirang-girang tampian.
Artinya, janganlah saling mengatasi di dalam mencari keuntungan sehingga tidak mengindahkan keselamatan bersama. Jangan berebut kekuasaan atau jabatan.

b. Kudu paheuyeuk-heuyeuk leungleun.
Artinya, harus saling menolong.

c. Ulah ngukur baju saserig awak.
Artinya,jangan mempertimbangkan sesuatu hanya dari segi kepentingan pribadi.

d. Ulah pupulur memeh mantun.
Artinya, jangan meminta upah sebelum bekerja.

e. Ulah kumeok memeh dipacok.
Artinya, kalau menghadapi pekerjaan janganlah sebeJum apa-apa sudah merasa berat.

f. Mending waleh batan leweh.
Artinya, lebih baik berterus terang dari pada terus menanggung kedukaan.

g. Mending kendor ngagembol, tinimbang gancang pincang.
Artinya, Jebih baik Jambat tetapi dengan ban yak hasilnya dari pad a cepat dengan sedikit hasil.

h. Asa mobok manggih gorowong.
Artinya, orang yang sedang mencari jalan, lalu mendapat pula pertolongan sehingga merasa senang.

I. Ulah puraga tamba kadengda.
Artinya, dalam mengerjakan suatu pekerjaan jangan asal dikeriakan saia, tetapi harus dengan sungguh-sungguh sehingga hasilnya memuaskan.

J. Batan, kapok anggur gawok.
Artinya, dari pada berhenti melakukan pekerjaan yang tidak baik, malah maki menjadi-jadi.

k. Ulah gasik nampi gancang narima.
Artinya, jangan terburu-buru menerima sesuatu, hendaknya dipikirkan dulu baik buruknya.

l. Kudu bisa lolandokan.
Artinya, pandai menyesuaikan diri.

Dari ungkapan-ungkapan di atas, orang Sunda beranggapan bahwa manusia selama hayatnya hendaknya memiliki tujuan hidup yang baik. Hidup lanpa tujuan adalah salah satu kehidupan yang mencemaskan dan karena itu senantiasa dihindari. Dalam usaha mencapai tujuan hidupnya manusia hendaknya sadar bahwa dirinya hanyalah merupakan bagian yang sangat kedil dari alam semesta. Bagian-bagian dari alam semesta, yang berada di luar diri manusia, dapat digolong-golongkan ke dalam tiga golongan besar yaitu "alam,masyarakat dan wujud super natural" setiap golongan itu mempunyai kekuatan masing-masing. Alam memiliki hukum alam, masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma, wujud super natural memiliki kekuasaan untuk mengadakan dan meniadakan atau kekuasaan untuk menciptakan dan menghancurkan .

Hukum alam, nilai-nilai dan norma-norma masyarakat serta kekuasaan super natural, senantiasa melancarkan pengaruhnya kepada tingkah laku manusia, Setiap langkah manusia selama hidupnya, senantiasa dihadapkan kepada ketiga kekuatan itu dan dituntut untuk menyesuaikan diri. Kalau ia menghendaki mencapai kehidupan yang dicita-citakan dan dikejarnya. Manusia akan mampu menyesuaikan diri kepada kekuasaan dan kekuatan yang berada Iii luar dirinya, apabila ia mampu mengendalikan hasrat, dorongan dan kemampuan Yllog berasal dari dalam dirinya sendiri, sehingga kekuatan di luaran di dalam dirinya itu tidak berbenturan dan bisa berjalan serasi serta saling menunjang.

Untuk mengetahui apa tujuan hidup yang baik itu yang menurut urang Sunda serta bagaimana cara mencapainya diperlukan guru. Guru yang dimaksud di sini baik pengajar maupun ajaran bahkan Tuhan Yang Maha Esa di juluki Guru Hyang Tunggal (guriang tunggal). Fungsi guru adalah menuntun manusia agar mendapat keterangan yang benar, eel aka atau selamat, baik atau buruk seseorang ditentukan pula oleh gurunya atau siapa yang ditirunya. Oleh karena itu bagi seseorang dalam perjalan hidupnya, berguru, belajar dan menempuh pendidikan merupakan keharusan. Walaupun seseorang memiliki bakat yang baik, tetapi apabila tidak diberikan pendidikan bakatnya itu tidak akan berkembang dan tidak dapat tampil. Seseorang bisa belajar dari kegagalan yang dialaminya, dari contoh yang dilihatnya dari hal-hal yang dibcanya dari kegiatan berpikir dan dari hal-hal yang ditemukan dalam perjalanan.

Orang Sunda beranggapan bahwa orang Sunda harus pula mentaati ajaran-ajaran yang telah ada sejak dulu, yakni ajaran-ajaran kesentosaan hidup baik dunia maupun akhirat, yang dipesankan ibu, bapak, kakek, buyut yang mengetahui akan ajaran mahapandita.Di antara ajaran-ajaran leluhur Sunda yang pada saat ini telah direkam ke dalam tulisan, ada yang disajikan seeara gamblang seperti pada naskah Kuna (abad 16) Siksa Kandang Karesian, Sawer Panganten dan sebagainya. Ajaran ieu bagi orang Sunda minimal mempunyai tiga fungsi.

Fungsi pertama: Sebagai pedoman yang menuntun seseorang dalam perjalanan hidup yang harus dilaluinya.

Fungsi kedua: Sebagai kontrol sosial terhadap hasrat-hasrat dan gejolakgejolak yan timbul dalam diri seseorang.

Fungsi ketiga: Sebagai suasana dalam lingkungan tempat seseorang tumbuh dan dibesarkan, yang tanpa perlu disadari telah meresap ke dalam diri orang itu. Resapan ajaran itu kemudian muncul kepermukaan yang bisa diamati pada tingkah lakunya, pada tatacara yang diamatinya, pada gagasan-gagasan yang dilontarkannya serta pada hasil-hasil karyanya seperti, tulisan-tulisan dan sebagainya.

Untuk bisa sampai kepada tujuan hidup yang dikejarnya, orang Sunda berusaha agar semua dorongan hasrat dan kemampuan pada dirinya dan kekuatan yang bersumber di luar dirinya, menjadi faktor penunjang semaksimal mungkin dan menjadi penghambat seminimal mungkin. Orang Sunda beranggapan bahwa lingkungan alam akan memberikan manfaat yang maksimal kepada manusia apabila dijaga kelestariannya, dan sebaliknya alam akan berbalik menimbulkan malapetaka dan kesengsaraan kepada manusia. Begitu pula masyarakat akan mernberikan manfaat sebesar-besarnya, apabila diperlakukan dengan prinsip silih asih, silih asah dan silih asuh. Semangat bekerja sama untuk kepentingan semua harus dipupuk dan dikembangkan. Sedangkan semangat bersaing, saling menjegal, rebutan rejeki dan rebutan kedudukan harus dicela dan ditekan sekecil mungkin.

Suatu gejala menarik yang timbul dari data penelitian ialah kecenderung orang Sunda dalam mencai tujuan hidupnya yang selalu diimbangi dengan ukuran tertentu Seperti yang tersirat pada Siksa Kandang karesian yaitu "makan sekedar tidak lapar, minum sekedar tidak haus".Dernikianlah ukuran yang digunaka oleh orang Sunda zaman dahulu ialah ukuran menempati "posisi tengah" yaitu tidak kekurangan dan tidak pula berlebihan (siger tengah).

Sebagai kesimpulan, hubungan-hubungan yang ideal antara para kerabat, pada dasarnya sama bagi para anggota masyarakat Sunda, karena di rumahlah dan di antara kaum kerabatlah seseorang dididik untuk bertingkah laku dengan baik di masyarakat.

Pandangan hidup (pegangan utama) bagi memelihara hubungan baik antara individu dalam kekerabatan orang Sunda antara lain :

1. Menunjukkan rasa horma pada yang lebih tua atau yang secara katagorikal "kapernah leuwih kolot" ialah dihitung sebagai lebih tua, misalnya dari ego terhadap emang atau kapernah emang, meskipun usia emang itu sama dengan ego atau bahkan agak lebih muda.

2. Silih asih ialah saling menunjukkan rasa kasih sayang. Silih asih ini sering diperpaniang menjadi silih asih, silih asah, silih asuh, artinya menjadi memberikan penglaman dan pengetahuan serta saling memperbaiki kesalahan dan mengasihi kekurangan dan saling membingbing. Sehubungan dengan orientasi ke atas yang disebut tadi yang bukah hanya berlaku di masyarakat melainkan juga di kaum kerabat orang Sunda, maka dalam prakteknya yang dituakanlah atau yang dianggap tualah yang mengasuh, terhadap anggota kerabat yang lebih muda/kurang berpengalaman.

3. Sapapait-samamanis ialah senasib sepenanggungan termasuk didalamnya saling mernbantu dan gotong royong.

4. Silih eledan atau sHih elehan artinya saling rnemberi jalan bahkan saling mengalah.

5. Kerukunan sedapat mungkin orang harus menghindari pertengkaran apalagi dengan kaum kerabat. Anak-anak sejak kecil diberi petuah "ulah sok pasea jeung dulur matak pajauh huma". Artinya kalau kita bertengkar dengan saudara akibatnya patah arang.

Masih ada hal-hal lain mengenai petunjuk mendetail tentang tingkah laku dan sikap yang sebaiknya ada diantara para kerabat, tetapi boleh dikatakan semuanya boleh dikembalikan kepada lima hal kelompok di atas.

Setiap kelompok kerabat biasanya mempunyai beberapa orang yang dituakan, yang dipandang mengetahui ad at kebiasaannya mengenai upacaraupacara itu. Mereka selalu diikutsertakan baik sebagai pembimbing maupun tamu dan peserta terhormat dalam penyelenggaraan upacara. Sebab segal a aspek mengenai pandangan hidup secara dominan tercermin dan terungkap dalam upacara-upacara ritual.